Apa Penjelasan Artificial Intelligence Bisa Deteksi Kebohongan Seseorang?

Jakarta – Artificial Intelligence (AI) Competence menganggap AI bisa mendeteksi kebohongan seseorang. Hal ini bisa dilihat dari pola bicara, pengenalan wajah dan ekspansi mikro serta biometrik perilaku dan isyarat fisik.

1.Pola Bicara
Kebohongan sering kali terselip melalui isyarat verbal yang dapat dideteksi AI lebih baik daripada manusia. Studi menunjukkan bahwa pembohong lebih banyak berhenti sejenak, menggunakan lebih sedikit detail, dan menjelaskan secara berlebihan. Sistem AI yang dilatih pada kumpulan data besar dapat mengenali pola-pola ini dengan akurasi tinggi.

Beberapa model mendeteksi perubahan mikro dalam nada, keraguan, dan struktur kalimat, serta menangkap isyarat penipuan yang halus. Natural Language Processing (NLP) memecah pola bicara dan menemukan ketidakkonsistenan.

2.Pengenalan Wajah dan Ekspresi Mikro
Ekspresi mikro adalah gerakan wajah yang tidak disengaja yang mengungkapkan emosi. Ini sering kali terlalu cepat untuk ditangkap oleh mata manusia.

Namun, AI dapat menganalisis isyarat wajah dalam hitungan milidetik, mengidentifikasi saat seseorang merasa stres, takut, atau tidak nyaman.

Alat seperti FaceReader dan DeepFace sudah digunakan untuk menganalisis emosi dalam keamanan, wawancara kerja, dan bahkan interogasi kriminal.

Biometrik Perilaku dan Isyarat Fisik
AI bisa memantau bahasa tubuh dari gerakan mata yang kegelisahan, perubahan postur, dan perubahan detak jantung, model pembelajaran mesin melacak berbagai reaksi fisik yang kadang terlalu ‘halus’ untuk dibaca manusia.

Penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi kebohongan melalui teks tertulis dengan algoritma mencapai 80%. Hasil studi ini telah dipublikasikan di Scientific Reports.

Kemampuan manusia mendeteksi kebenaran memiliki akurasinya sekitar 50% guna mengganti teknik seperti poligraf yang sering gagal. Banyak lembaga tidak merekomendasikan untuk menggunakannya di bidang hukum.

“Namun model TI sudah digunakan di sektor-sektor tertentu, misalnya untuk mengidentifikasi ulasan palsu daring,” kata Guru Besar Neuropsikologi Forensik di University of Padua, Giuseppe Sartori.

Para penulis memulai dengan model bahasa yang disebut FLAN-T5 mirip dengan GPT dan melatihnya dengan basis data narasi benar.

Salah satu yang disusun dengan meminta ratusan peserta untuk menjawab pertanyaan tentang pendapat pribadi, ingatan autobiografi, dan niat masa depan dengan jujur dan salah.

Hasilnya menunjukkan akurasi rata-rata dalam mendeteksi kebohongan sebesar 80%, dengan kinerja yang lebih baik dalam mengungkap pendapat palsu.

Walaupun demikian, para penulis mengakui dengan diuji dalam pengaturan laboratorium dengan teks yang dibuat-buat, keandalan algoritme tersebut masih terbatas.

“Kami masih jauh dari penggunaan praktis di bidang hukum tetapi kami yakin bahwa kami akan dapat mendekatinya di masa mendatang dengan memperluas studi dan meningkatkan jumlah data yang digunakan,” ucapnya. (adm)

Sumber: detik.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *